Petani Kendal laporkan dugaan korupsi penjualan tanah ke KPK
DAULATANI- Belasan warga Surokonto Wetan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta. Mereka mengadukan dugaan korupsi di balik sengketa tanah dengan PT Sumur Pitu yang belakangan menjualnya ke PT Semen Indonesia.
"Kami mengadukan tanah
negara yang dijual PT Sumur Pitu kepada PT Semen Indonesia. Tanah yang sudah
berpuluh-puluh tahun dikelola warga," kata Sutrisno Rusmin, perwakilan
warga, setelah melapor, Senin (17/10/2016).
Warga melaporkan permasalahan
ini karena menduga ada tindak pidana korupsi yang mungkin terjadi di ranah
pemerintahan provinsi hingga ke tingkat desa.
Walau demikian, Sutrisno
tidak menyebut pasti siapa yang melakukan perbuatan itu. Dia juga tidak
menjelaskan rinci mengenai dugaan tersebut dan hanya menyebut ada koruptor yang
"bermain" sehingga tanah itu bisa berpindah kepemilikan.
Dia mengatakan warga sudah
bertemu dengan pejabat pemerintahan setempat. Namun, mereka justru dirayu untuk
mengalah.
"Padahal warga ingin
mengamankan aset negara," ujarnya.
Warga di kawasan tersebut,
termasuk Sutrisno, mesti berurusan dengan hukum karena menggarap lahan di
sekitar kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan hutan oleh Perhutani.
Warga tidak terima lantaran
Keputusan Menteri Kehutanan yang menetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan
hutan dianggap tidak jelas.
Lahan itu disebut warga
sebagai lahan pengganti untuk Perhutani karena lahan Perhutani yang berada di
Rembang dijadikan pabrik oleh PT Semen Indonesia. Namun, perusahaan justru
membelinya dari PT Sumur Pitu.
Lahan pengganti seluas 125
hektare adalah lahan negara yang dikelola PT Sumur Pitu dengan sertifikat Hak
Guna Usaha (HGU). Artinya, PT Sumur Pitu telah menjual lahan yang merupakan
aset negara kepada PT Semen Indonesia untuk pengganti lahan milik Perhutani.
PT Sumur Pitu yang awalnya
memegang HGU, menelantarkan lahan tersebut sejak 1972. Warga kemudian
menggarapnya hingga beberapa tahun ke belakang.
Luas tanah di Desa Surokonto
Wetan 127 hektar, diikelola 460 petani. Total ada 400 hektare di tiga desa, dua
kecamatan yang menjadi lahan tukar guling. Yakni, Desa Surokono Wetan, Pager
Gunung, Kecamatan PaguyuNG dan Besokor, Kecamatan WeLeri.
Warga yang selama ini
menguasai lahan tersebut merasa mempunyai hak untuk tetap menggarap lahan.
Hal ini, kata Sutrisno, sudah
dilaporkan sebelumnya kepada KPK, Juli 2015. Namun, ada beberapa data yang
belum lengkap sehingga tidak bisa ditindaklanjuti.
Dirinya baru bisa kembali ke
KPK karena mesti berurusan dengan hukum di Kendal.
Pihak KPK, kata dia, mengakui
sebagian data tersebut sudah diterima. Karena itu, dia berharap laporannya kali
ini bisa membuat penyidik menindaklanjuti kasus ini.
Di luar belasan orang yang
mendatangi kantor KPK ini, puluhan petani sudah menunggu di Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Mereka menuntut SK penetapan kawasan hutan
tersebut agar dicabut.
Sumber,
No comments: