3 Petani surokonto di kriminalkan, warga mengadu ke komnas HAM
Komnas HAM ( Fto Pemuda PPSW) |
DAULATANI - Belasan warga Desa Surokonto Wetan Rabu ,03 Mei 2017, Kecamatan Pangeruyung, Kabupaten
Kendal yang didampingi oleh LBH Semarang dan YLBHI pada Rabu, 3 Mei 2017
melaporkan dugaan kriminalisasi terhadap 3 (tiga) warga yaitu Nur Aziz,
Sutrisno Rusmin dan Mujiono ke Komnas HAM. Ketiga warga tersebut divonis oleh
Pengadilan Negeri Kendal dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dengan
tuduhan melanggar Pasal 94 ayat 1 huruf a UU RI No 18/2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Mereka dianggap sebagai pelaku pembalakan
liar dan penyerobotan lahan yang ditetapkan sebagai kawasan hutan.
Secara umum
warga dan pendamping yang diterima oleh Wakil Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila
didampingi Agus Suntoro (Pemantau) meminta agar Komnas HAM memberikan perhatian
atas permasalahan tersebut, terutama menyampaikan pendapat HAM di muka
pengadilan (amicus curiae) berkenaan dengan dugaan kriminalisasi para petani
dan permohonan penangguhan penahanan terhadap mereka. Sementara persoalan lahan,
secara bertahap diupayakan penyelesaian yang berkeadilan untuk para petani.
Dampak Tukar
Guling dengan PT. Semen Indonesia Konflik lahan seluas 127,821 Ha yang
berlokasi di Desa Surokonto Wetan, Kecamatan Pengeruyung, Kabupaten Kendal,
Jawa Tengah yang dimanfaatkan oleh sekitar 455 KK yang tinggal di sekitar
kawasan hutan, diantaranya warga Desa Surokonto Wetan, Desa Surokonto Kulon,
Desa Pager Gunung dan Desa Sidomukti, pada awalnya tidak terlalu intens. Akan
tetapi, persoalan berubah sejak 2014 - 2015 ketika ada program penananam jati
dan menyampaikan bahwa lokasi lahan tersebut adalah menjadi bagian dari lahan
pengganti PT. Semen Indonesia kepada Perum Perhutani yang berada di Rembang.
Hal ini terkait dengan pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia di Rembang. Warga
menginformasikan bahwa pada 1956 – 1966, kondisi perkebunan masih subur yang
ditanami kopi, coklat, randu, merica, dan kapulaga oleh PT. Sumur Pitu Afdeling
Sekecer Wringinsari. Saat itu, warga masih diperolehkan bekerja di lokasi
tersebut. Pada tahun 1970, di lokasi perkebunan datang, Yayasan Diponegoro yang
melakukan penebangan pohon randu dan memberikan kesempatan warga untuk bertani
dengan syarat memberikan ¼ hasil panen kepada perusahaan. Kemudian, pada tahun
1974, lokasi perkebunan disewakan kepada PT. Kayu Manis untuk pembangunan
perkebunan tebu. Setelah masa kontrak PT. Kayu Manis berakhir dan lahan dalam
keadaan terlantar, warga memasuki kembali kawasan tersebut dan melakukan
penanaman untuk menyambung hidup sampai saat ini .
Pada akhir tahun
2015, Perum Perhutani KPH Kendal melakukan sosialisasi kepada warga bahwa areal
perkebunan PT. Sumur Pitu telah menjadi kawasan hutan kembali. Proses tersebut
terjadi karena kawasan menjadi bagian dari lahan pengganti yang dimanfaatkan
untuk pembangunan pabrik semen PT. Semen Indonesia. Setelah itulah praktik
penagakan hukum semakin masif dan akhirnya 3 (tiga) orang petani ditangkap dan
dipenjara, serta menimbulkan ketakutan pada ratusan warga yang lainnya. Komnas
HAM akan mempelajari pengaduan tersebut dan menindaklanjutinya sesuai dengan
mandat dan kewenangan Komnas HAM.
No comments: