Ads Top

Cabut Penetapan Penahanan 3 Petani Surokonto Wetan

Pengadilan Tinggi (fto Mh Elbiy)
DAULATANI-Pada 18 Januari 2017, Pengadilan Negeri Kendal mevonis 3 petani di Desa Surokonto Wetan dengan pidana MASING-MASING PIDANA PENJARA 8 TAHUN DAN MASING-MASING DENDA 10 MILYAR RUPIAH. Dengan pertimbangan hakim, bahwa Para Petani terbukti merusak kawasan hutan, yang dimana kawasan hutan tersebut hanya bentuk tidak berdayanya pejabat negara dan negara menegakkan hukum. Kawasan hutan tersebut ditetapakan sebagai kawasan hutan tidak melalui proses clean and clear, yang artinya cacat prosedur, karena bagaimana bisa tanah negara dapat diperjual-belikan.


Atas Vonis Hakim yang tidak berkeadilan, Para Petani melakukan upaya hukum banding di Pengadilan Jawa Tengah. DAN PADA TANGGAL 20 MARET 2017 PARA PETANI MENERIMA SURAT DARI PT JAWA TENGAH YANG MEMERINTAH UNTUK PARA PETANI DITAHAN. PENETAPAN PENAHANAN TERSEBUT MEMBUAT PENDERITAAN PARA PETANI SEMAKIN BERAT. SEBAB, PARA PETANI MASIH MEMILIKI KELUARGA DAN ANAK ANAK YANG MEMBUTUHKAN SOSOK SEORANG AYAH, DAN JUGA SEBAGAI TULANG PUNGGUNG KELUARGA. KEMUDIAN, MENIMBANG PASAL 31 KUHAP BAHWA DAPAT DILAKUKAN PENANGGGUHAN PENAHANAN.


 Kriminalisasi berawal dari masalah ‘’Tanah Negara’’ yang dijadikan sebagai lahan tukar menukar yang sitetapakan melalui SK 3021/Menhut-VII/KUH/2014 tentang Penetapan Sebagian Kawasan Hutan Produksi Pada Bagian Hutan Kalibodri Seluas 127.821 Hektar di Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. Sebagai lahan pengganti kawasan hutan yang digunakan oleh PT. Semen Indonesia di Rembang sebagai tapak pabrik. Dengan objek tukar menukar lahan berada di Desa Surokonto Wetan, Kabupaten Kendal dengan luas 127.821 Ha.


Jauh sebelum ada penetapan lahan 127.821 Ha. di Surokonto Wetan, Kabupaten Kendal. Masyarakat sudah menggarap lahan tersebut dari tahun 1972. Bahwa saaat itu PT. Sumurpitu dengan HGU yang diterbitkan oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri/ Dirjen Agraria Nomor SK 166/HGU/DA72 tanggal 13 Oktober 1972. HGU yang berlaku sampai 31 Desember 1997 dengan status tanah sebagai TANAH NEGARA. PT Sumurpitu Wringinsasi memiliki hak Pengelolahan.



Pada tahun 1972, PT Sumurpitu melakukan penanaman dilahan yang diterbitkan HGU tersebut. Penanaman hanya dilakukan sekali dan setelah itu PT Sumurpitu menelantarkan lahan tersebut. Melihat lahan yang tidak diolah secara baik, warga desa Surokonto Wetan menggarap lahan tersebut.
Bahwa tahun 2014, terbit SK Menhut dengan NomoR SK 3021/Menhut-VII/KUH/2014 tentang Penetapan Sebagian Kawasan Hutan Produksi Pada Bagian Hutan Kalibodri Seluas 127.821 Hektar di Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. Dengan adanya SK Menhut tersebut, Perhutani KPH Kab. Kendal Mengadakan penawaran terhadap warga Desa Surokonto Wetan untuk kerjasama dalam pengelolahan kawasan hutan.


Warga menolak penawaran tersebut, dan melakukan penolakan pada saat penawaran yang dilakukan KPH Perhutani Kab. Kendal tersebut. Warga tidak tahu menahu persoalan perubahan status kepengolahan HGU PT Sumurpitu Wringinsari yang merupaka tanah negara telah berubah status menjadi milik perhutani KPH Kendal.


Pada 30 maret 2016, Perhutani KPH Kab. Kendal melakukan intimidasi terhadap warga Surokonto Wetan dengan mengadakan upacara simbolik penanaman pohon yang juga diiringi oleh ratusan aparat kepolisian, Brimbob, dan TNI. Brimbob juga mendirikan tenda dan berkemah disekitar SD Negeri 01 Surokonto Wetan sampai 2 April 2016.


Ketiga Terdakwa, Nur Aziz terdakwa I, Sutrisno Rusmin Terdakwa II, dan Mujiono Terdakwa III. Merupakan pengarap dilahan 127.821 Ha. tersebut. Ketiga Petani sudah mengarap lahan tersebut sejak dari tahun 1972, dan lahan tersebut merupakan lahan peninggalan dari orangtua dan leluhur mereka.
 Vonis Hakim PN Kendal telah memposisikan hukum menjadi alat untuk menindas kalangan bawah, dan tumpul keatas. DalamVONIS HAKIM tersebut tampak bagaimana MAJELIS HAKIM tidak memahami kondisi sosial masyarakat Surokonto Wetan dan lebih memprioritaskan kepentingan Perhutani yang seringkali tidak memihak masyarakat sekitar hutan. Dominasi Perhutani dalam penguasaan Hutan di Jawa yang hingga hari ini tidak kunjung mendatangkan kesejahteraan masyarakat kian nyata, bahkan semakin kuat dengan diiringi ancaman nestapa bagi masyarakat. Hukum kini dijadikan oleh negara melalui Perhutani KPH Kendal bukan sebagai sarana mewujudkan keadilan serta kesejahteraan masyarakat melainkan sebagai sarana penindasan negara kepada rakyatnya.


Ini menjadi ironi di rezim Joko Widodo yang dalam Nawa Cita nya berkeinginan untuk mewujudkan Reforma Agraria. Konflik Agraria menjadi polemik yang berkepanjangan dan selalu mengorbankan para rakyat kecil, khususnya petani. Hal ini menambah pula semakin banyak korban-korban dari timpangnya struktur Agraria di Indonesia. Jelas bahwa UUPA -sebagai salah perundang-undangan yang berorientasi rakyat- dibentuk untuk mengakhiri ketimpangan penguasaan lahan dan mewujudkan impelementasi atas Pasal 33 UUD 1945 NRI.

Reforma Agraria sejati hanya slogan belaka dalam Nawa Cita Presiden Jokowi, kekerasan-kerasan terhadap petani belakangan ini semakin menjadi-jadi, dan sudah berapa petani mengalami kekerasan dari aparatur-aparatur sipil negara, hingga militer. Negeri yang besar dan kaya akan kekayaan alam, khusus sumber pangan, dan terkenal sebagai negeri agraris hanya slogan saja.


Untuk itu, tidak hanya sebatas kasus ini namun juga untuk seluruh kasus konflik agraria, negara hendaknya bertindak responsif dalam penegakan hukum. Bahwa yang semestinya dilayani oleh negara melalui aparaturnya adalah masyarakat banyak, bukan pihak-pihak yang ingin menguasai sumber daya namun tidak dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.


Kamis 23 maret 2017 -+ pukul 13.00 para petani yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Surokonto Wetan (PPSW) Pageruyung Kendal menggelar aksi di depan Pengadilan tinggi Jawa Tengah. Aksi ini adalah SEBAGAI UPAYA PERMOHONAN kepada Pengadilan Tingkat Tinggi Jawa Tengah UNTUK TIDAK MENAHAN 3 PETANI ATAS PENETAPAN PENAHANAN Yang di keluarkan oleh Pengadilan tingkat tinggi jawa tengah kemarin 18 maret 2017.

 Selama menyandang tersangka, terdakwa ,hingga tervonis 3 petani ini tidak pernah ada penahanan sama sekali, karna memang apa yang di tuduhkan oleh Pelapor tidaklah benar dan tidak ada bukti di lapangan maupun dalam fakta persidangan, terlebih lahan yang di jadikan sengketa yang di klaim 'kawasan hutan' pun belum ada satupun tanaman hutan/perhutani.
Para petani berharap PT (pengadilan tinggi) tidak menahan 3 rekannya selama pemeriksaan (banding) berlangsung, karna memang mereka tidak bersalah, jika 3 petani tersebut di tahan maka seluruh petani surokonto wetan harus ikut di tahan juga.

 Dalam aksi ini pihak PT hanya menerima 10 perwakilan dari petani saja untuk bisa mediasi, 10 perwakilan petani ini dengan di dampingi 5 kuasa hukum mereka menyerahkan beberapa dokumen jaminan penahanan kepada pihak PT yang sore tadi di terima oleh 2 wakil dari seksi humas.

No comments: