Ads Top

Komunitas Buruh Migran (KOBUMI) Bersolidaritas Untuk Bebaskan 3 Petani Surokonto Wetan Dari Vonis 8 Tahun dan Denda 10 Milyar

Solidaritas perlawanan rakyat di luar negeri

DAULATANI - Mengapa BMI ikut menuntut dibebaskannya 3 petani Surokonto Wetan yang ditahan dan menuntut stop perampasan tanah? Buruh migran wajib menolak, karena dominan BMI berlatar belakang keluarga petani. Banyak dari keluarga petani di desa kemudian terpaksa bekerja keluar negeri karena tidak memiliki tanah garapan. Bekerja menjadi buruh tani dengan upah yang sangat murah menyebabkan harus mencari pekerja lain, pilihannya hanya menjadi buruh migran di luar negeri. Sudah tentu pengiriman Buruh Indonesia ke luar negeri akan terus dilakukan secara masif menjadi buruh murah tanpa perlindungan, sementara tanah dikuasi pemodal. Melihat dari kondisi yang sudah sangat mengkhawatirkan ini, negara Indonesia menjadi negara yang kembali dicengkeram oleh penjajah. Rakyatnya menjadi budak, negaranya dijajah pemodal. Lalu apa bedanya dengan kondisi penjajahan kolonialis Belanda tempo dulu?


Proses akumulasi dalam wilayah pertanian, di tengah serangan kapitalisme, juga terus mendapat perlawanan dari Rakyat. Kasus perebutan tanah, klaim atas penguasaan tanah oleh perusahaan, militer dan negara selalu berhadapan dengan kaum buruh-tani, cangkul dan parang dihadapi dengan senjata laras panjang dan peluru tajam aparat berseragam dan preman. Mulai dari Wanosobo, Garut, Cianjur, Tasikmalaya, Bulukumba, Muko-muko, Labuhan Batu, Porsea, Luwu, Mangarai, Lombok Tengah, Halmahera dan Bayuwangi, semuanya menunjukkan bahwa pola-pola militeristik-lah yang digunakan untuk meloloskan kepentingan modal. Di tengah kepemilikan lahan yang rata-rata saat ini hanya 0.5 Ha untuk produksi pangan dan pertanian, fakta ini akan memperparah produktivitas pangan di masa yang akan datang serta berimplikasi buruk terhadap kedaulatan pangan rakyat.


Selengkapnya tentang aksi solidaritas Kobumi baca DISINI

No comments: